Tuesday, October 14, 2014

~Imaji~


*Bruuuummmm*

Sinar lampu mobil yang terang masih dengan jelas terpancar dalam ingatannya. Deru mesin yang begitu kencang ditambah ringkikan ban yang bergesekan dengan aspal masih terasa di telinganya. Detik sebelum hal itu terjadi, dia masih sempat menjauhkan motornya dari mobil yang lepas kendali. Sebelum motornya menabrak pembatas jalan, terguling, dan menimpa kepalanya yang terbentur dengan tanah.

Dia melihatnya...

Hitam, pekat, dan kelam…

***

“Huh, mimpi itu lagi…”

Gadis itu memegangi kepalanya. Rambut coklat panjangnya kusut dan tidak karuan, sama persis dengan pikiran dan perasaannya yang hampa. Yang ada di kepalanya hanya pemandangan-pemandangan hitam kelam dengan sedikit putih, persis seperti gambaran kapur di papan tulis hitam. Dia tidak ingat apapun yang terjadi sebelum tabrakan itu, termasuk identitas dirinya.

“Arini?”

Sebuah suara lembut disertai ketukan pintu menghentikan lamunan si gadis. Dengan baju tank top yang tali kutangnya keluar disertai celana boxer, dia menghampiri pintu dengan malas.

“Ada apa?”

“Sori ngeganggu, gua mau balikin novel punya elu.”

“Oh… ok, ok, makasih ya.”

“Gak, gak, gua yang harusnya bilang makasih. Ceritanya Matilda ngebantu tugas kuliah gua…”

“Santai aja…”

“Emm… Rin…”

“Hmm?”

“Elo masih gak inget apa-apa…?”

Dia hanya diam menatap gadis berkacamata yang menjadi lawan bicaranya.

“Maaf…”

“Gak, gak, sori Rin… gua yang salah…”

“Oh iya, gua ada chiffon cake nih, buat elu aja. Gua udah puas makan setengah.”

“Aduh, jadi ngerepotin gini.”

“Nggak kok. Oh iya, gua ke kampus dulu ya.”

“Ok… hati-hati ya… uh… Mitha?”

Gadis berkacamata itu hanya mengangguk dan tersenyum getir. Setelah itu Mitha berpamitan sebelum meninggalkan kamar gadis yang bernama Arini tadi.

Entahlah, gadis itu tidak yakin kalau namanya adalah Arini. Tapi di Kartu Tanda Penduduknya tertulis begitu.

Setelah kepergian si kacamata, si rambut coklat menaruh kue chiffon rasa pandan dan membuka paket dari tukang pos yang ternyata adalah sebuah buku.

"Beyond The Quantum, Michael Talbot?"

Tiba-tiba gadis yang katanya bernama Arini memegang kepalanya lagi. Ada sesuatu yang aneh mengenai buku itu. Dia tidak ingat, tapi dia merasa buku itu begitu dekat dengan dirinya.

Yang dia tahu dari Mitha, dia pernah memesan buku beberapa minggu yang lalu lewat situs jual beli online. Berusaha melawan sakit di dahinya, "Arini" melempar buku yang cukup tebal itu ke tempat tidurnya. Dengan sisa tenaga yang ada, dia mengacak-acak meja yang penuh buku dan macam-macam barang untuk mencari satu tabung penuh Aspirin.

"Uuuh... sakit banget..."

setelah menghela nafas panjang dan meminum obatnya, Arini kembali tenang. Tanpa pikir panjang lagi dia memutuskan untuk keluar. Entah ke mana, yang penting dia tidak ada di dalam kamar ini.

Saking buruk moodnya yang sekarang, dia tidak terpikir untuk mandi. Hanya menyisir rambutnya, mengganti bajunya dengan kemeja putih dan jaket cardigan yang dipadu dengan celana panjang warna hitam, dan mencuci mukanya. Dandan penuh itu merepotkan, jadi dia hanya mempercantik diri dengan semprotan parfum.

Sebelum pergi, dia melangkah menuju lempengan kaca satu meter kali 50 sentimeter.

Ditatapnya lekat-lekat setiap bentuk dan warna yang menggambarkan dirinya.

Hitam dan Putih kembali menghias gambar di cermin.

"Augh!"

Penglihatan papan kapur ini benar-benar mengganggu, ditambah dengan sosok yang mirip dirinya menatap balik dari cermin. Yang berbeda adalah rambut putih, wajah pucat, mata hampa, gaun compang-camping, dan sayap yang koyak.

Sosok itu menatap lekat-lekat, membuatnya gelisah.

Dengan tergesa-gesa dia keluar dari kamarnya, tidak mempedulikan bentuk dunia yang sudah berubah di matanya.

Ke mana dia pergi?

Entah...

Biarlah angin menuntun langkahnya...